MAKALAH
DIAKONIA
TRANSFORMATIF
(Oleh: Teropina.Y.Puhili)
I.
PENGANTAR.
Nama dan profil (visi-misi) gereja
secara singkat.
a.
Nama Gereja.
Nama gereja kami adalah Gereja Kristen Injili di Tanah Papua. Dan nama jemaat yang saya layani adalah jemaat Ebenhaezer
Ridge di Biak. Gereja Kristen Injili lahir dari sebuah pergumulan yang panjang
sesudah mengalami perjuangan yang cukup berat dalam suka dan duka sekarang
memasuki usianya yang ke 36. Sejak GKI mandiri pada
tahun 1956 sampai sekarang memiliki kurang lebih 1300 jemaat dengan 46 klasis.
Jemaat Ebenhaezer Ridge Biak juga termasuk salah satu dari sekian banyak
jemaat dalam perkembangan dan pertumbuhan Gereja Kristen Injili di Tanah Papua.
Nama Ebenhaezer artinya sampai di sini Tuhan menolong kita( I Samuel 7:12 ).
Dengan pengertian nama ini, bukan berarti bahwa dalam perkembangan pertumbuhan
pelayanannya jemaat sudah tidak lagi mengharapkan pertolongan Tuhan, tidak. Tetapi dengan
adanya nama ini berarti, jemaat Ebenhaezer masih tetap terus sampai kapanpun
membutuhkan pertolongan Allah.
Jemaat Ebenhaezer Ridge Biak merupakan salah satu jemaat kotawi. Dari
sisi pelayanannya, jemaat Ebenhaezer memiliki Sembilan kelompok pelayanan. Dari
Sembilan kelompok pelayanan dibagi lagi dalam dua sampai empat wyk yang terdiri
dari 15 sampai 20 kepala keluarga. Jumlah jiwa secara keseluruhan belum terdata
secara baik dikendalakan oleh warga jemaat tidak menetap sering
berpindah-pindah.
Dalam pelaksanaan program-programnya secara umum GKI DI TANAH PAPUA
melalui jemaat-jemaat se-Papua melaksanakan pelayanannya melalui program urusan yaitu: urusan umum, urusan
pekabaran injil, urusan pembinaan jemaat, urusan diakonia dan urusan ekubang.
Kelima urusan ini yang nanti penjabarannya dilakukan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan di jemaat, klasis dan sinode. Jemaat GKI Ebenhaezer ridge biak dalam
melaksanakan pelayanannya,yaitu dalam meningkatkan persekutan, kesaksian dan
pelayanan kepada Tuhan dan jemaatNya, sebagai organisasi gereja dilayani oleh :
1 orang pendeta, 1 orang guru agama dan 76 majelis jemaat. Dalam tugas
pelayanan di jemaat Ebenhaezer juga terdapat hubungan kerja melalui garis
komando yaitu: unsur-unsur jemaat ( PKB, PW, PAM dan PAR ). Yang dalam
pelaksanaan program melaksanakan tiga bidang kerja yaitu bidang teologi, daya dan dana, khusus
dalam meningkatkan pelayanan mereka.
b.
Visi dan Misi GKI
Sebagai gereja, GKI Di Tanah Papua
telah meletakkan tujuan dan cita-cita yaitu jemaat-jemaat yang missioner.
Dengan Misinya, yaitu: Menghadirkan Tanda-tanda Kerajaan Allah. Melalui visi dan misi ini menjadi ukuran bagi
jemaat untuk bersama membangun gerejanya hingga mencapai kesatuan penuh menurut
kasih karunia Allah. Ada tiga bidang pelayanan yang dilakukan melalui jemaat
yaitu teologia, daya dan dana. Tiga bidang ini dapat dikatakan sebagai motor
penggerak bagi jemaaat demi tercapainya cita-cita itu.
c.
Informasi pelayanan Diakonia yang telah dilakukan.
Program diakonia merupakan salah
satu tugas yang sudah dilakukan ditengah-tengah jemaat-jemaat
GKI DI Tanah Papua, termasuk jemaat GKI Ebenhaezer ridge Biak. Di jemaat ini
pelayanan Diakonia merupakan program penting yang dilakukan pada enam bulan
pertama tapi juga pada setiap akhir tahun pelayanan dibulan desember. Pelayanan
Diakonia yang dilakukan di jemaat kami yaitu : diakonia untuk janda, anak
kurang mampu, bantuan pendidikan, bantuan panti bina netra, bantuan orang sakit,
dan bantuan warga yang datang dari
tempat jauh karena tidak mempunyai biaya taxi/kapal. Pelayanan diakonia ini
juga di programkan dalam pelayanan unsur-unsur jemaat dan juga dikembangkan melalui
jemaat di setiap kelompok pelayanan (9 wyk di jemaat). Pelayankan
Diakonia ini dilakukan oleh urusan Diakonia, yang ada dalam jemaat dan
unsur-unsur jemaat. Unuk pemberian diakonia ini diprogramkan hanya untuk satu
pelayanan kepada warga jemaat kemudian bergilir kepada warga jemaat yang lain.
Sedangkan untuk panti bina netra setiap tahun dianggarkan.
d.
Perbedaan Mendasar dari Program Diakonia yang sudah dilakukan
dengan yang diuraikan.
Dengan melihat kepada program
diakonia yang telah dilakukan, nampaknya terlalu banyak perbedaan. Tidak satu
program yang penanganannya dilakukan dengan serius. Ternyata program hanya
dilakukan dengan di dukung oleh pemberian persembahan syukur pada ibadah minggu
dan ibadah-ibadah lainnya, yang pada kenyataannya pemberian itu tidak cukup
untuk membiayaai hidup mereka.
Dengan melihat kepada kondisi ini, maka dalam uraian
dibawa ini, akan saya coba mengulas sedikit tentang salah satu bentuk pelayanan
diakonia kepada janda. Sebab janda juga mempunyai peran penting dalam pelayanan
berjemaat. Memperhatikan para janda adalah merupakan tugas yang diberikan oleh
Tuhan kepada setiap orang. Dengan demikian melalui paper ini, saya hanya akan membahas
tentang pelayanan diakonia kepada para janda. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
jemaat kami masa sekali belum melaksanakan nilai diakonia yang sebenarnya dan
model diakonia yang dilakukan masih bersifat karitatif. Yaitu model diakonia
yang sifatnya memberi saja tanpa menujukkan suatu pemberdayaan terhadap anggota
PW (janda) untuk bagaimana membangun dirinya tanpa harus selalu berharap pada
pemberian orang lain. Atau terlalu berharap kepada diakonia jemaat atau PW.
II.
PEMETAAN MASALAH.
Berkaitan dengan konteks diakonia
diatas, sangat karitatif sekali dan sama sekali tidak memberdayakan. Untuk itu
perlu juga dituliskan bahwa pemberian diakonia untuk para janda di jemaat
haruslah ada terjadi perubaha bagi para janda, sehingga tidak ada unsur
ketergantungan yang nampak dari para janda itu sendiri.
Hal memberi kepada Allah melalui pemberian diakonia
merupakan suatu bentuk pemberian yang patut dipandang penting bagi semua orang
percaya. Bila kaum muslim bisa bersedekah kepada fakir miskin atau yang disebut
kaum duwafa lalu mengapa kita orang Kristen tidak bisa malakukan hal yang sama?
Bukan Yesus mengajarkan kita untuk melalukan hal itu. Seharusnya ada tumbuh suatu pemahaman iman yang dilandasi
Kasih dan tekat yang utuh dalam dada kita bahwa masih banyak orang disekitar
kita yang hidup dalam kekuarangan. Siapa yang dapat menolong mereka dengan
kekurangan atau pergumulan tertentu mereka? Apakah ia bisa terbuka mengatakan,
bahwa ia tidak punya makan, saya lapar, bisakah anda menolong saya? Manusia
sering tidak bisa terbuka menyampaikan kekurangannya. Demikian hidup para
janda, mereka terkurung dalam suatu kehidupan yang sarat dengan pertanyaan dan
sindiran. Kekurangan ekonomi, seperti; sandang, pangan dan papan dan masih
banyak lagi yang tidak disebutkan. Bisa terjadi membuat mereka menjadi tertutup
dan hidup terasing dengan orang lain. Bila dia janda yang mampu sering menjadi
sindiran dari masyarakat, menjadi cemooan para istri ketika bergaul diluar
lingkungan, merasa minder bila berada di suatu perkumpulan, dalam status
keberadaan hidup sehari-hari. Situasi
seperti ini, bisa berdampak dalam suatu persekutuan bergereja. Para janda akan
memisahkan dirinya, karena merasa tidak dapat memberi suatu kontribusi yang
bermakna bagi dirinya tapi juga bagi persekutuan dimana ia ada. Mereka akan
bisa juga berpikir, “orang seperti kami bikin masalah saja lebih baik mundur”. Dan ketika para janda mundur dari sebuah
persekutuan, disini akan kelihatan ketidak hadiran mereka. Mereka menjadikan
situasi mereka seperti orang asing yang tak dikenal, yang sebenarnnya harus
dikenal. Gereja tidak bisa menutup mata dengan kondisi seperti ini, sebab para
janda ini adalah bagian yang tak kalah penting juga dari sebuah kotbah yang
indah serta kongkrit. Benarlah apa yang
tuliskan, Esaol Agustriawan: “Pelayanan diakonia adalah bagian tak tepisahkan
dari pekabaran injil, dimana kehadiran Allah itu diwujudkan dalam pelayanan
kongkrit, maka gereja perlu terus menerus belajar dan sadar akan konteks
hidupnya”. Diakonia bukan hal yang baru, dia akan terus menerus dibicarakan dan
dilakukan tanpa pamrih dan bertanggun jawab.
III.
ANALISA SOSIAL.
Sebagaimana kita ketahui bersama tentang janda yang hidupnya perlu ditolong
karena kekurangan-kekurangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makan minum,
pakai, kesehatan,perumahan,pendidikan anak-anak mereka dan sebagainya. Apalagi
janda yang sama sekali tidak berpenghasilan, mereka pasti akan hidup dalam
keterpurukan. Kondisi ini akan membuat para janda ini kehilangan status social
mereka di tengah-tengah masyarakan secara umum dan gereja secara khusus. Dengan
melihat kepada kondisi ini, maka sebenarnya pemerintah dan gereja seharusnya
tidak memandang mereka dengan sebelah mata, walaupun ada bantuan-bantuan yang
diberikan melalui RESPEK dan PNPN Mandiri dari pemerintah dan Bantuan Diakonia
dari gereja. Masalah para Janda bukan hanya pada soal makan saja tetapi sangat
banyak. Untuk itu, mereka perlu untuk di tolong atau ditunjang agar mereja
(Janda) bisa mandiri. Ketika kita melihat mereka dari status hidup sebagai
perempuan yang tidak bersuami, seakan-akan memberi kesan bahwa,
seorang janda adalah pribadi yang lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa.
Seorang janda bisa menimbulkan ancaman terhadap kehidupan rumah tangga orang
lain. Saat kehidupannya mulai terpuruk akan menimbulkan ancaman bagi dirinya
dengan menjual diri sebagai wanita penjual sex, akibatnya ia mengindap penyakit
HIV/AIDS.
Lain halnya dengan janda yang punya penghasilan, apalagi Janda yang
benar-benar mengerti tentang status dirinya dan kehidupan yang akan dijalani bersama
anak-anaknya, yaitu suatu kehidupan yang keras dan pasti penuh dengan
perjuangan. Ia pasti sudah memikirkan tentang setiap resiko yang akan dijalani
dan ditempuh dalam kehidupan. Masa depan keluarganya telah ia persiapkan dengan
baik tetapi pada saat tertentu juga ia akan merasa jenuh karena harus
melaksanakan dua tugas ganda, yaitu sebagai suami dan sekaligus sebagai istri.
Dua tugas yang memang tidak ringan. Sebab kehidupan yang dijalaninya bukan
kehidupan untuk satu minggu, satu bulan atau Satu tahun tetapi suatu kehidupan
sampai Tuhan menentukan batas akhir dari hidup seseorang. Pertanyaannya, Apakah
seorang janda akan mampu untuk menjalani kerasnya hidup ini? Hanya Tuhan saja
yang peduli kepada mereka.
Dimana kepedulian kita sebagai sesama mahkluk yang sama-sama diciptakan
oleh Tuhan sebagai mahkluk yang paling termulia dari ciptaan Tuhan yang lain?
Para janda ini adalah bagian yang tidak akan pernah lepas dari kehidupan social
secara kemasyarakatan dan juga gereja. Dengan demikian, maka gereja tidak dapat
memisahkan dirinya sebagai wadah yang sepantasnya melindungi, memperhatikan,
mengayomi para janda dalam menjalani hari-hari hidup mereka. Sekali lagi saya
mau katakana, bahwa para Janda yang ada di sekitar kita adalah sasaran atau
tujuan khotbah kita yang paling nyata dan kongkrit.
G. Riemer mengatakan dalam bukunya: Jemaat Yang Diakonal, hlm 129, Ibadah yang murni mencakup diakonia yang diawali dari jemaat sendiri selanjutnya ke luar
jemaat sampai ke ujung bumi. Lanjutnya pada hal 127, dikatakan : “Gereja yang tidak diaconal adalah gereja
yang mati; mengabaikan karunia-karunia
Allah dan belum sungguh-sungguh menghayati Kasih Kristus. Melihat kepada
pikiran Riemer ini, saya berpikir bahwa kalau hanya ibadah toh yang berisi
liturgi yang menarik dan khotbah yang berapi-api ya sama saja tidak punya arti
atau tidak murni. Tetapi ketika pelayanan diakonia diberlakukan, maka di situ
nampak ibadah yang murni. Tetapi ketika gereja tidak berdiakonia maka saat itu
juga gereja, biarpun mega dan indah dengan majelis dan pendeta yang hebat
sekalipun, ia akan tetap saja hampa atau kosong.
Diakonia adalah sebuah pelayanan yang sangat penting dalam setiap
pelayanan bergereja. Bagaimana kita perhatikan Kasih Kristus dalam diri setiap
orang percaya untuk mewujudkannya Kasih Kristus itu bagi semua orang.
Sebagaimana Kasih Kristus diberikan untuk semua orang percaya(Kristen) melalui
kesengsaraan, kematian dan kebangkitannya yang menang atas maut.
Janda ada pada
pandangan mata kita sehari-hari, ia adalah teman kita, sahabat kita,keluarga
kita dan saudara kandung kita. Tidaklah pantas bila kita mendiskriminasi mereka
dengan gaya dan cara hidup kita yang tidak merangkul mereka. Dalam setiap tata
hidup bermasyarakat dan bergereja, mereka juga harus hidup dalam suatu strata
hidup yang sama dengan perempuan lain dalam masyarakat dimana janda itu hidup.
Nilai-nilai etika moral yang tinggi juga ada pada mereka. Mereka juga adalah
mahkluk social yang punya nilai atau harga dalam lingkungan bermasyarakat.
Tetapi terkadang karena status mereka ini membuat para janda merasa risih dan
tersisi dari lingkungan yang sebenarnya adalah bagiannya juga. Pola berpikir
seperti ini tentunya tidak ada pada pandangan orang lain tetapi dirinya sendiri
yang berpikir terlalu negative tentang dirinya sendiri. Saya punya contoh; ada
seorang ibu di jemaat saya yang status keluarganya ia Janda. Ibu Sabinto(marga
suami). Ia di tinggal mati oleh suaminya selama kurang lebih 19 tahun dengan 2
anak yang masih kecil. Ibu Sabinto menghidupi kedua anaknya dengan gaji pensiun
suaminya hingga kedua anaknya, yang satu sudah berkuliah dan anak kedua akan
mendengar hasil ujian di SMK di Ambon nanti. Ibu Janda Sabinto ini, selain
menghidupi kedua anaknya dengan gaji suami tapi juga ia berusaha mencari uang
dengan pekerjaan sambilan yaitu sebagai penjual prodak herbal. Ketika saya
tanya” sudah cukup lama ibu menjanda, mengapa tidak cari suami lagi,”? katanya,
ah bikin cape saja, hidup sendiri seperti ini sudah lebih baik jangan bikin
susah lagi. Lebih lanjut ibu ini bercerita banyak bagaimana hidup sebagai seorang janda, katanya “ saya
pernah di telepon oleh istri-istri dari para langganan prodak, kata mereka awas
ya kalau ganggu suami saya, kadang saya dimaki-maki dengan kata-kata yang tidak
sopan bahkan ada juga laki-laki iseng yang menggoda saya de ngan rayuan-rayuan
gombal mereka. Tapi saya memang tipe ibu yang juga suka berkelakar, ya saya
balas juga dengan kelakar sampai mereka sendiri bosan. Saya bersyukur anak-anak
saya sudah besar dalam tangan saya sendiri. Dan tak pernah saya lupakan Kasih
dan kemurahan Tuhan pada sepanjang jalan
hidup saya ini. (Ibu Janda Sabinto, 14 Mei 2012).
Ada juga seorang mama janda yang adalah warga jemaat saya. Biasanya mama
ini di sapa dengan nama Mama Manggaprow. Ia sudah lanjut usia dan ditinggal
mati suaminya selama 5 tahun. Dengan meninggalkan 4 orang anak tapi semuanya
sudah ber-rumah tangga dan punya anak masing-masing. Akan tetapi anak-anak dari
mama ini, yaitu cucu-cucunya di rawat oleh mama manggaprow dengan gaji pensiun
yang tidak seberapa itu. Ada yang sudah remaja di pelihara oleh mama ini.
Bahkan sampai sekarang, mama Manggaprow masih sendiri memelihara cucu-cucunya
dengan setia, walaupun hidup mereka serba kekurangan. Sampai pernah ada salah
seorang cucunya yang meninggal akibat kangker tulang pada bekas patah kaki yang
pernah di pasang pen, namun karena biaya untuk berobat pen yang pasang itu
tidak pernah di lepas mengakibatkan kanker yang akhirnya membawa
kepada kematian. Bahkan sampai pada pemakaman pun mama Manggaprow tidak
mampu untuk menyediakan peti untuk meletakkan mayat cucunya. Saya sebagai
pelayan jemaat berkoordinasi dengan warga jemaat yang punya jabatan untuk
menolong membayar peti yang saya sudah pesan di meubel. Memang sangat
memprihatinkan keadaan dari mama ini. Dengan perhatian yang baik, mama Manggaprow ini adalah
seorang janda yang rajin dan setia mengambil bangian pada ibadah. Baik ibadah
minggu, ibadah unsure PW, dan ibadah keluarga serta kegiatan gereja lainnya.
Dengan melatarbelakangi
dua konteks hidup janda yang berbeda ini, sungguh sangat menyedihkan. Sering kita bertanya, siapakah yang akan menolong
mereka? Maka Gereja sebagai wadah milik Tuhan harus menolong mereka sampai
membuat mereka mampu mandiri di atas kaki mereka sendiri. Kondisi Janda seperti
inilah yang bisa mendatangkan akar masalah dalam dunia para janda. Untuk itu
setiap orang Kristen harus dapat menolong mereka bagaimanapun model atau cara
yang sebijaksana mungkin, agar status hidup Janda diangkat dari pikiran-pikiran
dan pendapat yang keliru serta negative dalam kehidupan masyarakat.
IV.
R E F L E K S I T E O L O G I S
Mahatma Gandi, pernah mengungkapkan pernyataan yang
sangat bermakna, yakni : “Engkau sendiri harus menjadi perubahan yang engkau
ingin lihat di dalam dunia”. Yang menjadi pokok utama dari pernyataan Gandi ini
adalah perubahan di dalam dunia, dan secara khusus tentu di dalam masyarakat.
Tetapi yang menjadi intisari perubahan itu adalah diri sendiri. Kita
menghendaki dan ingin melihat perubahan dalam masyarakat, tetapi kita sendiri harus
mengalami perubahan yang kita kehendaki
itu. Tidak bisa terjadi, bahwa kita menghendaki perubahan, namun kita
sendiri diluar perubahan itu. Pasti setiap janda menginginkan hidup yang
bermakna dan bahagia, seperti orang lain disekitarnya. Walaupun tidak memiliki
suami asal ia mampu untuk bisa hidup bersama anak-anak suaminya dan ingin
mengalami perubahan. Namun apa daya yang akan diandalkan oleh seorang janda,
apalagi hidup hanya bergantung kepada gaji pensiunan yang tentu sangat kecil nilainya. Dengan konteks ini, saya
melihat Mazmur 146:1-5, mengatakan: Berbahagialah orang yang mempunyai Allah
Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya: Dia yang
menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, yang tetap setia untuk selama-lamanya, yang menegakkan
keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang
yang lapar. Tuhan membebaskan orang-orang yang terkurung, Tuhan membuka mata
orang-orang yang buta, Tuhan menegakkan orang yang tertunduk, Tuhan mangasihi
orang-orang banar, Tuhan menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda
ditegakkannya kembali ….. tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya, Tuhan itu
Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya sion turun-temurun.
Haleluya! Inilah bukti perhatian yang diberikan oleh Tuhan kepada umat-Nya.
Sampai kepada anak yatim dan janda berada dalam perhatian Tuhan. Orang lain
bisa melupakan para anak yatim dan janda tetapi Tuhan sama sekali tidak. Walaupun Tuhan pernah berulang kali mengajar umat-Nya, agar
mereka bersedia membagi kepada orang lain karunia dan berkat yang Ia berikan
kepada anak yatim dan janda bahkan juga orang miskin. Apapun bentuk pelayanan
kasih yang kita berikan kepada seorang janda itu baru sebagian dan tidak
terlalu banyak yang pernah kita beri bagi mereka.
G. Riemer mengatakan,: Yesus berdiri di tengah
masyarakat kongkret yang dirundung segala macam kekhawatiran dan kesusahan. Ia
berdiri sebagai DIAKEN YANG BENAR melaksanakn tugas-Nya dengan penuh Kasih
(Jemaat yang ber-Diakonia, hlm 67,2004). Betapa Yesus sangat
peduli berdiri dan melihat setiap sisi-sisi manusia, baik yang kuat maupun yang
lemah di posisi tertentu setiap manusia. Ini suatu kebanggaan yang tidak
dimiliki siapapun. Terkecuali dimiliki oleh orang Kristen yang menaruh
harapannya kepada Tuhan Yesus Kristus.
V.
ANALISA POTENSI
GEREJA.
Bila dilihat dari potensi gereja GKI Ebenhaezer Ridge Biak, adalah
benar-benar jemaat yang mempunyai potensi yang sangat besar sekali, apalagi
berkaitan dengan pelayanan Berdiakonia. Potensi yang dimaksudkan disini adalah, barkaitan dengan sumber
pendapatan warga jemaat yang pada umumnya berpenghasilan tetap. Dalam arti
bahwa warga jemaat Ebenhaezer ini tidak memiliki potensi tertentu untuk
dijadikan sumber pendapatan tetap yang bisa digunakan untuk memperhatikan umat
yang selama ini menjadi perhatian tetap dalam hal pemberian diakonia. Entahlah
potensi yang dimaksudkan di sini, apakah menyangkut soal pemberian Diakonia
melalui setiap ibadah atau melalui suatu usaha lain yang dijadikan sebagai
sumber potensi jemaat yang nantinya rutin dikelolah menjadi pendapat jemaat.
Dengan mendasari tulisan dari Bapak Saol mengatakan; ”Ketika gereja melakukan
tindakan pelayanan atau Diakonia, janganlah mengharapkan sesuatu dari tindakan
pelayanan atau Diakonia”. Dengan bertolak dari pandangan Bapak Saol
menunjukkan, bahwa ketika gereja melakukan Diakonia berarti siapapun dia tidak
diperkenankan untuk memperoleh sesuatu dari pelayanan itu. Dan seakan-akan
Diakonia diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Pikiran ini tidak terpengaruh
kepada satu model Diakonia saja tetapi untuk semua model diakonia,yaitu
Diakonia Karitatif, Diakonia Reformatif, dan Diakonia Transformatif.
Yang menjadi kekuatan di jemaat kami adalah jumlah jemaat yang banyak
dengan didukung oleh suatu pelayanan yang teratur tentu akan menjadi kekuatan
yang dapat di andalkan, Pertama. Kedua, kelemahan selalu akan ada, bilasebuah
pelayan ber-diakonia tidak diatur dengan baik. Untuk itu maka semua bidang
pelayanan perlu dukungan dan saling menunjang dalam memberikan sebuah pelayanan
yang maksimal. Seperti rencana dalam
membiayai diakonia di programkan dalam jumlah angka yang besar dapat
menimbulkan kelemahan yang bisa mengakibatkan terjadinya kemunduran dalam
menyelesaikan maksud pelayanannya. Dan ini bahaya dan kelemahan yang besar
karena termotifasi dengan dana yang besar. Sehingga ini menyebabkan orang hanya
akan bergantung saja pada nilai uang yang akan membiayai program dikonia. Ketiga,
peluang. Dengan mengacuh pada kekuatan jemaat yang jumlah jiwanya banyak,
maka peluang untuk mengubah keberadaan para janda di jemaat sangat besar. Dalam
pengertian mereka dapat memperoleh perhatian yang baik, bila di tunjang oleh
semua warga jemaat dan anggota PW secara partisipatif. Bahwa janda itu adalah
bagian dari proses pekabaran injil,
maka warga jemaat juga mempunyai tanggung-jawab untuk mengunjungi, menopang,
menyantuni janda dari kebutuhan yang di perlukan. Ke-empat,
ancaman. Akan tetapi, apabila jumlah
warga jemaat yang banyak ini tidak mendukung program untuk menopang, memelihara
janda berarti sebuah ancaman. Untuk itu sangat perlu diberikan pemahaman yang baik dan benar
kepada warga dan anggota PW secara khusus tentang diakonia.
Coin Casino: The ultimate online gambling platform
BalasHapusCoin Casino – 온카지노 the ultimate online gambling platform. Play 인카지노 casino games for real cash and win big on your favorite cryptocurrency.Coin Casino · Casino Games · Roulette · Promotions deccasino